Fokus Menjalani Panggilan Tuhan dalam Ketidakpastian Hidup

Oleh: Christin Natalia Siahaan

Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, banyak anak muda merasa bingung dan gelisah mengenai masa depan mereka. Perubahan yang cepat dalam teknologi, ekonomi, dan sosial membuat kehidupan terasa tidak stabil. Tuntutan untuk mencapai keberhasilan semakin tinggi, karena adanya persaingan global, ekspektasi sosial yang meningkat, dan standar hidup yang terus berubah. Ditambah lagi dengan tekanan dari lingkungan sekitar yang menuntut keberhasilan dalam studi, pekerjaan, serta relasi, banyak yang akhirnya bertanya-tanya: Apa sebenarnya tujuan hidupku? Bagaimana aku bisa menjalani panggilan Tuhan dalam situasi yang serba tidak pasti ini?

Panggilan Tuhan: Panduan di Tengah Ketidakpastian

Sebagai anak-anak Tuhan, kita percaya bahwa hidup ini bukanlah suatu kebetulan. Tuhan menciptakan kita dengan tujuan yang jelas. Yeremia 29:11 mengatakan, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa Tuhan memiliki rancangan ilahi bagi setiap individu dan panggilan-Nya tetap teguh meskipun dunia terus berubah.

Namun, di tengah zaman yang terus berubah ini, banyak anak muda mengalami kesulitan menemukan jawabannya. Meskipun Firman Tuhan berulang kali mengingatkan untuk tidak khawatir, tetap saja ada perasaan gelisah dan ragu dalam hati. Mereka bertanya-tanya apakah mereka berada di jalan yang benar, apakah mereka cukup mampu, atau apakah mereka bisa bertahan menghadapi tekanan yang ada. Dalam kebimbangan ini, ada proses yang harus dijalani untuk menggumulkan tujuan hidup di hadapan Tuhan. Panggilan Tuhan tidak selalu terlihat secara instan, tetapi sering kali ditemukan melalui perjalanan iman yang penuh refleksi, doa, dan kesetiaan dalam perkara kecil.

Salah satu contoh tokoh Alkitab yang mengalami hal ini adalah Gideon. Ia dipanggil Tuhan di tengah kondisi yang tidak ideal—bangsanya tertindas oleh orang Midian. Meskipun malaikat Tuhan menyebutnya sebagai “pahlawan yang gagah berani”, Gideon masih ragu dan meminta tanda-tanda dari Tuhan untuk memastikan panggilannya (Hakim-hakim 6:12-17).

Gideon pertama-tama meminta tanda dengan meletakkan sehelai bulu domba di tanah dan berkata kepada Tuhan: “Jika benar Engkau menyelamatkan Israel dengan perantaraanku, seperti yang telah Kaufirmankan, maka aku akan meletakkan sehelai bulu domba di tempat pengirikan. Jika hanya bulu domba itu yang basah oleh embun, sedangkan di seluruh tanah itu tetap kering, maka aku tahu bahwa Engkau akan menyelamatkan Israel dengan perantaraanku, seperti yang telah Kaufirmankan” (Hakim-hakim 6:36-37). Tuhan mengabulkan permintaannya, dan ketika Gideon bangun keesokan paginya, ia melihat bahwa bulu domba itu benar-benar basah, sementara tanah di sekitarnya tetap kering.

Namun, Gideon masih ragu dan meminta tanda kedua, kali ini sebaliknya: “Janganlah bangkit murka-Mu terhadap aku, biarlah aku berkata sekali lagi: Izinkanlah aku sekali ini saja mencobai Engkau dengan bulu domba itu. Biarlah kiranya hanya bulu domba itu yang kering, dan di seluruh tanah itu ada embun” (Hakim-hakim 6:39). Tuhan pun mengabulkan permintaan ini dan pada malam berikutnya, bulu domba tetap kering sementara seluruh tanah di sekitarnya basah oleh embun. Melalui tanda-tanda ini, Gideon semakin yakin akan panggilan Tuhan. Meskipun memiliki keraguan, ia tetap fokus kepada Tuhan dan akhirnya menjalankan tugasnya dengan taat.

Pergumulan Gideon dalam menemukan dan menjalani panggilan Tuhan menunjukkan bahwa meskipun ada ketidakpastian dan keraguan dalam diri, Tuhan tetap setia membimbing dengan cara-Nya yang ajaib. Sebagai anak muda, kita dapat meniru ketaatan Gideon dalam langkah-langkah kecil, mencari Tuhan, dan menantikan konfirmasi yang Ia berikan pada waktu-Nya. Dengan begitu, kita akan semakin memahami cara Tuhan membimbing kita di tengah ketidakpastian. Namun, tantangan lain selain dalam diri, keberadaan anak muda di tengah zaman ini tentu memiliki kesulitannya tersendiri untuk menemukan dan mengerjakan panggilan Tuhan.[1]

Tantangan Zaman: Tetap Fokus Menjalani Panggilan Tuhan

Dalam perjalanan kehidupan ini, anak muda Kristen tidak jarang menghadapi berbagai tantangan yang dapat menghalangi mereka untuk tetap fokus dalam menjalani panggilan Tuhan. Tekanan sosial, ketidakpastian masa depan, dan pencarian identitas seringkali membuat mereka ragu dan kehilangan arah. Dalam dunia yang menuntut segalanya serba cepat, banyak anak muda tergoda untuk mencari jalan pintas dalam mencapai tujuan hidup mereka, tanpa melalui proses pertumbuhan rohani yang mendalam. Kehadiran media sosial dipandang sebagai penyebab utama yang membangun kecanduan, kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain, dan mengalihkan perhatian dari kehidupan yang bersekutu dengan Tuhan.

Lebih parahnya lagi, dunia semakin menolak konsep kebenaran mutlak dan menggantikannya dengan relativisme moral, di mana setiap orang dapat memiliki kebenaran mereka sendiri. Akibatnya, banyak anak muda yang meragukan otoritas Firman Tuhan dan memilih jalan hidup yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri daripada kehendak Tuhan. Pada akhirnya, banyak anak muda berpikir bahwa panggilan Tuhan hanya berarti menjadi pendeta, misionaris, atau pelayan gereja. Mereka sangat jauh dari kesadaran bahwa Tuhan memanggil setiap orang untuk melayani dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan, bisnis, seni, dan politik. Pandangan keliru ini menyebabkan mereka tidak mencari Tuhan untuk memahami panggilan-Nya dalam konteks kehidupan mereka sendiri.

 Sekalipun maraknya pemahaman ini, sebagai anak-anak Tuhan yang masih hidup di dunia, Tuhan tidak membiarkan anak-anak-Nya berjalan tanpa tuntunan-Nya. Fakta pertama yang dapat kita renungkan dari semua tantangan yang ada di dunia ini bahwa keberadaan kita haruslah berbeda dengan pola dunia ini. Roma 12:1-2 mengatakan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Sebagai pengikut Kristus, kita tidak boleh menjadi serupa dengan dunia ini. Dalam Roma 12:2, Paulus menggunakan kata “jangan” yang diikuti dengan kata “berubahlah”. Perintah negatifnya adalah untuk tidak menyesuaikan diri dengan pola dunia ini. Seperti yang diterjemahkan oleh J. B. Phillips, “Jangan biarkan dunia di sekitarmu memerasmu ke dalam cetakannya sendiri,” yang merupakan istilah Yunani untuk “menyesuaikan diri” –syschēmatizō– berarti “membentuk sesuai dengan pola atau cetakan.” Itu berarti kita tidak boleh membiarkan diri kita ditekan untuk mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang rusak, prinsip-prinsip yang fasik, atau rencana-rencana jahat yang dipromosikan oleh orang-orang duniawi. Para pengikut Kristus memiliki pola hidup yang sama dengan Tuhan (1 Petrus 2:21), tidak mengikuti prinsip-prinsip dunia, yang menurut Alkitab dikendalikan oleh Iblis, “ilah zaman ini” (2 Korintus 4:4).

Fakta kedua yang dapat kita renungkan untuk tetap fokus pada panggilan Tuhan adalah menyadari sebuah realitas bahwa orang percaya hidup oleh kuasa-kuasa zaman yang akan datang (Ibrani 6:5), bahkan ketika masih tinggal di dunia ini. Memahami siapa kita di dalam Tuhan akan membantu kita menolak kebingungan identitas yang ditawarkan dunia ini. Dalam hal ini, kunci untuk melepaskan diri dari cengkeraman konformitas dunia adalah metamorfosis (diterjemahkan menjadi “berubah”) dalam kehendak. Hal ini dicapai melalui karunia Roh Kudus yang bekerja untuk mengubah hati dan pikiran orang percaya dari dalam, sehingga ketaatan mereka kepada Tuhan dapat terjadi secara alamiah dan segera (lihat Roma 7:6; 8:5-9; Yeremia 31:31-34; 2 Korintus 3:6-7; Efesus 4:22-24). Ketika seseorang lahir baru, ia tidak lagi hidup menurut manusia lama yang dikuasai oleh dosa, melainkan percaya kepada Kristus dan pekerjaan-Nya yang berlanjut dalam hidup. [2] Senada dengan Efesus 2:10 bahwa kita diciptakan dalam Kristus untuk melakukan pekerjaan baik yang telah Tuhan persiapkan sebelumnya. Hal ini berarti, orang yang lahir baru memiliki panggilan khusus dalam hidupnya, dan Tuhan sendiri yang akan menuntun serta memperlengkapi mereka. Roh Kudus akan memimpin orang percaya kepada seluruh kebenaran, bahkan dalam perjalanan menghidupi panggilan Tuhan. Roh Kudus memberikan hikmat, keberanian, dan kekuatan untuk tetap teguh dalam iman, sekalipun menghadapi tantangan dan pencobaan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top