Pop Corn Brain vs Disiplin Rohani

Oleh. Thurneysen Simanjuntak

Pilih mana? Ketinggalan dompet atau smartphone?
Barangkali di era yang serba digital seperti sekarang, orang akan lebih rela ketinggalan dompet daripada ketinggalan smartphonenya. Mengapa begitu? Barangkali sahabat pembaca bisa menebak alasannya. Kalau saya, malah mengategorikan alasannya ke dalam dua kategori ini.

Pertama, ada orang yang akan terhambat aktivitasnya ketika ketinggalan smartphone. Bagi mereka, smartphone bukan lagi sebatas sarana komunikasi, tetapi juga membantu berbagai pekerjaan, mencari informasi penting, melakukan transaksi, dan hal positif lainnya.

Kedua, berbeda dengan tipikal orang yang sebelumnya. Ketika orang ini ketinggalan smartphone, artinya dia akan merasa kehilangan kesenangan, sebab dia sudah sangat sulit terpisah dengan smartphone alias kecanduan smartphone.

Kalau sahabat pembaca masuk kategori yang mana? Silakan jawab dalam hati masing-masing.

Harus kita akui, bahwa keberadaan smartphone di tangan kita telah menjadi sarana penting dalam menunjang berbagai aspek kehidupan. Tetapi sebaliknya, harus disadari pula bahwa kehadiran smartphone telah membawa banyak dampak negatif dalam kehidupan manusia, termasuk dalam membentuk kebiasaan buruk.

Misalnya saja dalam hal interaksi. Ada orang yang lebih senang berkomunikasi lewat chat atau media sosial daripada bertatap muka secara langsung. Bahkan tidak sedikit pula yang enggan berkomunikasi pada momen kebersamaan.

Perhatikan saja ketika keluarga sedang berkumpul, ada banyak yang lebih fokus dengan smartphone daripada membangun interaksi satu dengan yang lainnya.

Selain itu, ada orang yang mengalami kesulitan dalam menjaga konsentrasi. Kebiasaan menerima informasi yang serba cepat membuat kemampuan fokus dalam waktu lama semakin sulit. Bukankah hal ini banyak menjadi permasalahan orang tua dan guru dalam mendidik anak saat belajar?

Kebiasaan lainnya, ada juga perubahan pola pikir dan gaya hidup seseorang. Bisa terlihat dari banyaknya orang yang mencari sesuatu yang instan alias tidak sabar menghadapi proses panjang—baik dalam berbelanja, belajar, mencari hiburan, hingga solusi dalam kehidupan.

Sebagai seorang pendidik, saya juga sering melihat adanya anak yang kurang bisa mengelola emosinya ketika tidak terhubung dengan smartphone. Mereka lebih mudah stres dan gelisah.

Harus diakui, bahwa keterikatan dengan smartphone atau keadaan otak terbiasa dengan stimulasi digital, telah menjadi masalah serius di masyarakat kita. Bahkan ada yang mengatakan fenomena seperti ini dengan sebutan “popcorn brain”.

Sudah pernah mendengar istilah “popcorn brain”? Istilah tersebut pertama kalinya dipopulerkan oleh Dr. David Levy (ahli syaraf dan profesor dari University of Washington). Kompas.tv pernah melansir informasi dari Mayo Clinic, bahwa popcorn brain merupakan kondisi di mana otak seseorang terus-menerus berpindah dari satu pemikiran ke pemikiran lain dengan sangat cepat, layaknya biji jagung yang meletup saat dipanaskan.

Cara berpikir yang demikian tentu dapat berdampak buruk terhadap kemampuan kognitif seseorang. Otak yang terbiasa dengan konsumsi digital berlebih atau rangsangan yang sangat cepat dan instan akan terdampak pada kemampuan berpikir mendalam, melemahnya konsentrasi, dan menurunnya kemampuan untuk berkontemplasi, refleksi, atau merenung.

Dalam kaitannya dengan spiritualitas, situasi demikian akan sangat memengaruhi relasi dengan Tuhan atau Hubungan Pribadi Dengan Tuhan (HPDT). Kita tahu, bahwa dalam kegiatan berdoa atau merenungkan firman itu dibutuhkan ketenangan, kedalaman, dan kesadaran penuh.

Sementara orang yang sedang berada pada situasi “popcorn brain” akan sulit berkonsentrasi dan mudah jenuh ketika sedang berdoa atau membaca dan merenungkan Firman Tuhan. Bagi mereka, keheningan itu akan menjadi sesuatu yang langka.

Padahal, dalam keheningan kita akan peka dengan suara Tuhan yang lembut. Dalam keheningan, kita menciptakan ruang untuk menikmati kehadiran Allah secara pribadi. Melalui keheningan, hati dan pikiran kita diarahkan hanya kepada Allah.

Firman Tuhan sendiri pun mengajarkan pentingnya diam di hadapan Tuhan. Dalam Mazmur 46:11a tertulis, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!”.

Bahkan, melalui Firman Tuhan juga kita diingatkan agar tidak seperti Marta yang sibuk dengan banyak hal (Lukas 10:38-42), berbeda dengan pilihan Maria yang duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan-Nya.
Perlu diingat, apa yang dilakukan Marta sebenarnya adalah kewajiban dan tanggung jawab yang wajar bagi seorang perempuan pada zamannya—menyiapkan jamuan bagi tamu adalah hal baik. Namun, Yesus menegur karena pada saat itu Marta melewatkan kesempatan terbaik untuk mendengarkan-Nya. Berbeda halnya dengan kesibukan di era digital saat ini, di mana banyak orang larut dalam media sosial, notifikasi, dan hal-hal yang sama sekali bukan kewajiban penting, sehingga mengabaikan waktu pribadi bersama Tuhan.

Sejatinya, waktu pribadi dengan Tuhan hendaknya menjadi momen yang teduh dan penuh perenungan. Kesibukan dengan smartphone sering membuat doa menjadi tergesa-gesa, renungan setengah hati, dan ibadah kehilangan makna—bahkan berubah menjadi rutinitas tanpa jiwa.

Membangun Disiplin Rohani di Tengah Kebisingan
Kita harus jujur berkata, bahwa di era digital seperti sekarang kita sedang hidup dalam kebisingan. Notifikasi gadget yang muncul setiap saat telah merenggut hati, pikiran, dan fokus kita. Perlahan, kita pun menjauh dari keheningan, yang sebenarnya merupakan ruang jiwa untuk berdiam dan terhubung dengan hadirat Tuhan.

Kehadiran smartphone sering membuat kita merasa “tidak punya waktu” untuk berdoa, membaca, dan merenungkan Firman Tuhan. Sebaliknya, kita lebih menikmati hal-hal yang justru menjauhkan kita dari Tuhan. Inilah tantangan besar orang percaya di era digital.

Sudah saatnya kita sungguh-sungguh memikirkan bagaimana menjaga disiplin rohani di tengah kebisingan ini. Mari menata ulang prioritas hidup, menyingkirkan gangguan dunia, dan menyediakan waktu khusus bagi Tuhan—tanpa terburu-buru.

Disiplin rohani berbeda dengan sekadar rutinitas atau kewajiban. Disiplin rohani adalah cara kita membangun keintiman dengan Tuhan, yang menghasilkan kualitas doa, perenungan firman yang mendalam, dan praktik-praktik rohani lainnya dengan fokus penuh pada hadirat-Nya.

Di tengah dunia yang penuh distraksi digital, disiplin rohani menjadi kunci untuk menyelaraskan hati dengan Allah, membuka telinga rohani, dan mengalami relasi yang bukan sekadar rutinitas, tetapi penuh kasih dan transformasi.

Dengan disiplin rohani yang sungguh-sungguh, komitmen membatasi diri dari layar smartphone (puasa digital) akan lebih kuat. Ini dapat diwujudkan melalui langkah nyata: membuat aturan tegas dalam penggunaan smartphone, melakukan puasa digital secara berkala, menonaktifkan notifikasi yang tidak penting, melibatkan orang lain sebagai pengingat, dan memanfaatkan smartphone hanya untuk hal berguna—misalnya sebagai pengingat doa atau mendengarkan renungan saat bepergian.

Selain itu, kita perlu melatih diri dalam “solitude”—menyendiri dalam hadirat Tuhan tanpa distraksi digital. Sediakan waktu khusus setiap hari untuk berdiam di hadapan Tuhan, sehingga kita dapat mendengar suara-Nya dengan jernih.

Tidak kalah penting, bergabunglah dengan komunitas rohani yang saling mengingatkan dan mendukung pertumbuhan iman, seperti kelompok doa atau kelompok kecil.

Memang tidak mudah. Menjaga fokus pada Tuhan di tengah budaya serba cepat menuntut kesadaran dan usaha yang kuat. Firman Tuhan (Matius 26:41b) mengatakan: “Roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Karena itu, mintalah pertolongan Roh Kudus untuk menolong kita mengarahkan hati dan pikiran kepada Allah, serta menolong kita berkomitmen dalam disiplin rohani.

Pada akhirnya, kita berharap dengan pertolongan Roh Kudus, kita akan menikmati buah yang manis—menjadi orang yang berbahagia karena kesukaan kita adalah merenungkan Firman Tuhan siang dan malam (Mazmur 1:1-2).

Akhir kata, bijaklah menggunakan smartphone, agar tidak terjebak dengan “popcorn brain”.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top